Jumat, Maret 28, 2008

Kunci Sukses Organization Development (OD)

Build Your System around the People


Appreciative Life

Pada suatu hari, saya berkunjung ke rumah kawan lama. Perjumpaan kami kembali membuka simpul ingatan berbagai kejadian masa lalu. Kata-kata “ajaib” yang sudah tidak pernah saya gunakan, muncul berulang kali mewarnai perbincangan kami. Kami berbincang di ruang tamu, yang penuh benda eksotis berbagai rupa. Ditengah perbincangan, tiba-tiba terdengar suara “KROMPYAAAANG” yang sangat keras. Sebuah guci cantik telah jatuh dan pecah berkeping terkena kaki seorang bocah berusia 3 tahun. Dan sore itupun, kemarahan sang ayah pecah kepada anaknya. Nada-nadanya sang bocah dipersalahkan karena tidak hati-hati dan kecerobohannya. Apa pelajaran yang dapat kita petik dari kisah ini?

Memiliki rumah merupakan sebuah fase keberhasilan seseorang dalam bekerja. Tak heran banyak dari kita sangat ingin mengekspresikan jati diri melalui rumah itu. Rumah dibangun sedemikian rupa agar persis menggambarkan diri kita. Berbagai perlengkapan kita lengkapi agar orang lain tahu siapa kita sesungguhnya. Bila perlu seluruh pendapatan kita gunakan. Kita tenggelam dalam kesibukan membangun rumah.

Pertanyaannya, untuk siapakah rumah kita ini dibangun? Spesial untuk diri kita, sang orang tua? Atau khusus untuk ayah? Ibu? Atau untuk kenyamanan keluarga kita?

Apabila sebuah rumah dibangun spesial untuk sang orang tua. Tentu wajar bila rumah itu dinilai dalam ukuran-ukuran orang tua. Bila suka, bisa saja kita membangun teras rumah yang tinggi agar terkesan lebih berwibawa. Bila suka, bisa saja kita isi rumah dengan benda yang mudah pecah. Bila suka, bisa saja kita membangun sebuah kolam ikan yang besar. Semua bisa kok.

Sampai kemudian suatu saat bocah mungil hadir mewarnai kehidupan kita. Mulailah berbagai peringatan dan larangan tercipta. “Hati-hati kalau melewati teras!” “Jangan di pegang gucinya!” “Jangan ke kolam! Nanti masuk angin”. Dan banyak lagi.

Awalnya sang bocah mungkin akan menuruti. Lama kemudian sang bocah akan lebih mengikuti keingintahuannya. Mulailah ia bereksperimen berlari sepanjang teras yang tinggi. Mulailah ia menyentuh, memegang dan menggoya-goyangkan guci sang ayah. Mulailah ia memasukkan tangan, lalu kaki, dan diakhiri dengan masuk ke kolam ikan. Dan kita pun semakin keras melarang. Lahirlah ancaman dan hukuman bagi sang bocah yang melakukan pelanggaran.

Apa pelajaran dari cerita tersebut? Apa keterkaitan cerita tersebut dengan kehidupan bisnis atau kehidupan berorganisasi kita? Apabila rumah kita ibaratkan sebagai organisasi, bagaimana kita membangun dan mengembangkan organisasi kita selama ini?

Organisasi kita, Rumah Kita

Organisasi dapat diibaratkan sebagai sebuah rumah. Sebagaimana rumah, organisasi merupakan sebuah arena dimana sebuah kelompok berinteraksi, berkomunikasi dan bekerja sama. Sama halnya dengan rumah, kita mendapatkan secercah rasa aman dan rasa nyaman dalam menjalani kehidupan.

Sebagaimana cerita yang paparkan di awal, ada beberapa gejala yang serupa antara kawan saya dalam membangun rumah dengan kita dalam membangun organisasi. Pertama, kita membangun organisasi terfokus pada tanggung jawab yang kita emban secara personal. Entah itu target dari owner atau direktur kita. Dalam 2 – 4 tahun ke depan, hasil kinerja kita (sebagai personal) sangat memuaskan di mata mereka.

Bayangkan keadaan rumah yang akan kita bangun bila kita berencana menempati hanya sementara waktu. Sebut saja satu bulan. Akankah kita membangun rumah yang permanen? Wajar bila kita membangun bangunan yang apa adanya. Rumah yang akan rubuh dengan sendirinya dalam 6 bulan. Wajar pula bila karyawan kita menerima tawaran dari kompetitor yang lebih menggiurkan. Bukankah ia tinggal di organisasi yang hanya dibangun dan dikembangkan untuk kepentingan jangka pendek?

Pengembangan organisasi selalu berpijak pada nilai dan impian yang kita yakini. Bila kita mengembangkan organisasi untuk kepentingan jangka pendek, maka kepentingan jangka pendek itu pula yang menentukan perilaku kita dan karyawan kita seperti itu pula. Semua ingin segera mendapatkan hasil. Akibatnya, sesama penghuni rumah mudah curiga satu sama lain. Manajemen dan serikat pekerja saling curiga. Manajer dan karyawan juga tak jauh beda.

Kedua, kita tak jarang membangun organisasi tanpa memperhatikan karakteristik dan aspirasi para “anak” yang bernaung dalam organisasi kita. Organisasi dibangun suka-suka sesuai dengan selera kita. Tidak peduli sikap orang lain dalam organisasi.

Karena kita sutradara tunggal, maka kita dengan mudah menyewa berbagai konsultan, sebisa mungkin yang kelas internasional, untuk melakukan pembangunan organisasi kita. Persis seperti yang diceritakan kawan saya, ada segudang tool manajemen yang dibeli perusahaannya tetapi tidak pernah dijalankan. Berbagai tool itu seperti tumpukan buku yang dipajang di lemari yang indah, terbuka dan mewah. Buku yang dipajang, bukannya buku yang dibaca.

Karena kita sutradara tunggal, maka kita dengan mudah menetapkan target kinerja yang lebih tinggi dibandingkan tahun kemarin. Persis seperti yang saya temui di sebuah perusahaan manufaktur, target menjadi beban dibandingkan pemicu semangat kerja. Dalam pandangan kita, kapasitas perusahaan masih bisa ditingkatkan. Dalam pandangan karyawan, “lha wong ngerjakan yang tahun kemarin saja banyak yang keleleran kok”.

Kok bisa gitu ya? Kita terlalu asyik dengan “organisasi sebagai alat”. Bahwa organisasi merupakan alat kita untuk mencapai tujuan adalah benar adanya. Sebagaimana benar pula bahwa organisasi adalah komunitas sosial, kumpulan dari manusia. Sebagai alat, kita selaku pengguna dapat semena-mena memperlakukan organisasi mencapai tujuan. Mencapai tujuan dengan menggunakan organisasi. Sebagai komunitas, kita harus berinteraksi dengan para anggota. Kita perlu berdialog diatas saling kepercayaan. Mencapai tujuan bersama organisasi.

Percayalah, ISO memang penting tapi orang dalam organisasi juga penting. Pencapaian target memang penting tapi keadaan orang dalam organisasi juga penting. Pengembangan sistem tidaklah terpisah dari pengembangan orang. Pengembangan sistem simultan dengan pengembangan orang.

Ingin organisasi anda sehat dan produktif?

Kembangkan organisasi anda berpijak pada karakteristik dan aspirasi orang-orang didalamnya. Build your system around the people.

Budi Setiawan. Pendidik di Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Konsultan pengembangan organisasi di LP3T, Pelopor Psikologi Positif

Sumber: http://appreciativeorganization.wordpress.com/2008/03/24/build-your-system-around-the-people/
From : Milis Profec :Budi Setiawan [bukik_psi@yahoo.com]

Tidak ada komentar: